R. Ng. Ronggowarsito : Serat Joko Lodhang

SERAT JOKO LODANG

Gambuh
1. Jaka Lodang gumandhul, Praptaning ngethengkrang sru muwus, Eling-eling pasthi karsaning Hyang Widhi, Gunung mendhak jurang mbrenjul, Ingusir praja prang kasor

    Joko Lodang datang berayun-ayun diantara dahan-dahan pohon, kemudian duduk tanpa, kesopanan dan berkata dengan keras. Ingat-ingatlah sudah menjadi kehendak Tuhan bahwa gunung-gunung yang tinggi itu akan merendah sedangkan jurang yang curam akan tampil kepermukaan (akan terjadi wolak waliking jaman), karena kalah perang maka akan diusir dari negerinya.

2.Nanging awya kliru, Sumurupa kanda kang tinamtu, Nadyan mendak mendaking gunung wis pasti, Maksih katon tabetipun, Beda lawan jurang gesong

    Namun jangan salah terima menguraikan kata-kata ini. Sebab bagaimanapun juga meskipun merendah kalau gunung akan tetap masih terlihat bekasnya. Lain sekali dengan jurang yang curam.

3. Nadyan bisa mbarenjul, Tanpa tawing enggal jugrugipun, Kalakone karsaning Hyang wus pinasti, Yen ngidak sangkalanipun, Sirna tata estining wong

    Jurang yang curam itu meskipun dapat melembung, namun kalau tidak ada tanggulnya sangat rawan dan mudah longsor. (Ket. Karena ini hasil sastra maka tentu saja multi dimensi. Yang dimaksud dengan jurang dan gunung bukanlah pisik tetapi hanyalah sebagai yang dilambangkan). Semuanya yang dituturkan diatas sudah menjadi kehendak Tuhan akan terjadi pada tahun Jawa 1850. (Sirna=0, Tata=5, Esthi=8 dan Wong=1). Tahun Masehi kurang lebih 1919-1920.

Sinom
1. Sasedyane tanpa dadya, Sacipta-cipta tan polih, Kang reraton-raton rantas, Mrih luhur asor pinanggih. Bebendu gung nekani, Kongas ing kanistanipun, Wong agung nis gungira, Sudireng wirang jrih lalis, Ingkang cilik tan tolih ring cilikira

    Waktu itu seluruh kehendaki tidak ada yang terwujud, apa yang dicita-citakan buyar, apa yang dirancang berantakan, segalanya salah perhitungan, ingin menang malah kalah, karena datangnya hukuman (kutukan) yang berat dari Tuhan. Yang tampak hanyalah perbuatan - perbuatan tercela. Orang besar kehilangan kebesarannya, lebih baik tercemar nama daripada mati,sedangkan yang kecil tidak mau mengerti akan keadaannya.

2. Wong alim-alim pulasan, Njaba putih njero kuning, Ngulama mangsah maksiat, Madat madon minum main, Kaji-kaji ambataning, Dulban kethu putih mamprung, Wadon nir wadorina, Prabaweng salaka rukmi. Kabeh-kabeh mung marono tingalira

    Banyak orang yang tampaknya alim, tetapi hanyalah semu belaka. Diluar tampak baik tetapi didalamnya tidak. Banyak ulama berbuat maksiat. Mengerjakan madat, madon minum dan berjudi. Para haji melemparkan ikat kepala hajinya. Orang wanita kehilangan kewanitaannya karena terkena pengaruh harta benda. Semua saja waktu itu hanya harta bendalah yang menjadi tujuan.

3. Para sudagar ingargya, Jroning jaman keneng sarik, Marmane saisiningrat, Sangsarane saya mencit, Nir sad estining urip, Iku ta sengkalanipun, Pantoging nandang sudra, Yen wus tobat tanpa mosik, Sru nalangsa narima ngandel ing suksma,

    Hanya harta bendalah yang dihormati pada jaman tersebut. Oleh karena itu seluruh isi dunia penderitaan kesengsaraannya makin menjadi-jadi. Tahun Jawa menunjuk tahun 1860 (Nir=0, Sad=6, Esthining=8, Urip=1). Tahun Masehi kurang lebih tahun 1930. Penghabisan penderitaan bila semua sudah mulai bertobat dan menyerahkan diri kepada kekuasaan Tuhan seru sekalian alam.

Megatruh
1. Mbok Parawan sangga wang duhkiteng kalbu, Jaka Lodang nabda malih, Nanging ana marmanipun, Ing waca kang wus pinesthi, Estinen murih kelakon

    Mendengar segalanya itu Mbok Perawan merasa sedih. Kemudian Joko Lodang berkata lagi : "Tetapi ketahuilah bahwa ada hukum sebab musabab, didalam ramalan yang sudah ditentukan haruslah diusahakan supaya segera dan dapat terjadi ".

2. Sangkalane maksih nunggal jamanipun, Neng sajroning madya akir, Wiku Sapta ngesthi Ratu, Adil parimarmeng dasih, Ing kono kersaning Manon

    Jamannya masih sama pada akhir pertengahan jaman. Tahun Jawa 1877 (Wiku=7, Sapta=7, Ngesthi=8, Ratu=1). Bertepatan dengan tahun Masehi 1945. Akan ada keadilan antara sesama manusia. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan.

3. Tinemune wong ngantuk anemu kethuk, Malenuk samargi-margi, Marmane bungah kang nemu, Marga jroning kethuk isi, Kencana sesotya abyor,

    Diwaktu itulah seolah-olah orang yang mengantuk mendapat kethuk (gong kecil), yang berada banyak dijalan. Yang mendapat gembira hatinya sebab didalam benda tersebut isinya tidak lain emas dan kencana.

Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Arsipnya